SISTEM PENCERNAAN MAKANAN PADA RUMINANSIA
Struktur khusus sistem pencernaan hewan ruminansia :
1.
|
Gigi seri (Insisivus) memiliki bentuk untuk
menjepit makanan berupa tetumbuhan seperti rumput.
|
2.
|
Geraham belakang (Molar) memiliki bentuk datar dan
lebar.
|
3.
|
Rahang dapat bergerak menyamping untuk menggiling
makanan.
|
4.
|
Struktur lambung memiliki empat ruangan, yaitu: Rumen,
Retikulum, Omasum dan Abomasum.
|
Pola sistem pencernaan pada hewan umumnya sama
dengan manusia, yaitu terdiri atas mulut, faring, esofagus, lambung, dan
usus. Namun demikian, struktur alat pencernaan kadang-kadang berbeda
antara hewan yang satu dengan hewan yang lain.
Sapi, misalnya, mempunyai susunan
gigi sebagai berikut:
3
|
3
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Rahang atas
|
M
|
P
|
C
|
I
|
I
|
C
|
P
|
M
|
Jenis gigi
|
3
|
3
|
-
|
4
|
4
|
-
|
3
|
3
|
Rahang bawah
|
I = insisivus = gigi seri
C = kaninus = gigi taring
P = premolar = geraham depan
M = molar = geraham belakang
C = kaninus = gigi taring
P = premolar = geraham depan
M = molar = geraham belakang
Berdasarkan susunan gigi di atas, terlihat bahwa
sapi (hewan memamah biak) tidak mempunyai gigi seri bagian atas dan gigi
taring, tetapi memiliki gigi geraham lebih banyak dibandingkan dengan
manusia sesuai dengan fungsinya untuk mengunyah makanan berserat, yaitu
penyusun dinding sel tumbuhan yang terdiri atas 50% selulosa.
Jika dibandingkan dengan kuda,
faring pada sapi lebih pendek. Esofagus (kerongkongan) pada sapi sangat
pendek dan lebar serta lebih mampu berdilatasi (mernbesar). Esofagus
berdinding tipis dan panjangnya bervariasi diperkirakan sekitar 5 cm.
Lambung sapi sangat besar,
diperkirakan sekitar 3/4 dari isi rongga perut. Lambung mempunyai
peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan dimamah
kembali (kedua kali). Selain itu, pada lambung juga terjadi proses
pembusukan dan fermentasi.
Lambung ruminansia terdiri atas 4 bagian, yaitu rumen,
retikulum, omasum, dan abomasum dengan ukuran yang
bervariasi sesuai dengan umur dan makanan alamiahnya. Kapasitas rumen
80%, retikulum 5%, omasum 7-8%, dan abomasum 7-8%. Pembagian ini
terlihat dari bentuk tonjolan pada saat otot sfinkter berkontraksi.
Makanan dari kerongkongan akan
masuk rumen yang berfungsi sebagai gudang sementara bagi makanan yang
tertelan. Di rumen terjadi pencernaan protein, polisakarida, dan
fermentasi selulosa oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dan
jenis protozoa tertentu. Dari rumen, makanan akan diteruskan ke
retikulum dan di tempat ini makanan akan dibentuk menjadi
gumpalan-gumpalan yang masih kasar (disebut bolus). Bolus akan
dimuntahkan kembali ke mulut untuk dimamah kedua kali. Dari mulut
makanan akan ditelan kembali untuk
diteruskan ke ornasum. Pada omasum terdapat kelenjar yang memproduksi
enzim yang akan bercampur dengan bolus. Akhirnya bolus akan diteruskan
ke abomasum, yaitu perut yang sebenarnya dan di tempat ini masih terjadi
proses pencernaan bolus secara kimiawi oleh enzim.
Selulase yang dihasilkan oleh
mikroba (bakteri dan protozoa) akan merombak selulosa menjadi asam
lemak. Akan tetapi, bakteri tidak tahan hidup di abomasum karena pH yang
sangat rendah, akibatnya bakteri ini akan mati, namun dapat dicernakan
untuk menjadi sumber protein bagi hewan pemamah biak. Dengan demikian,
hewan ini tidak memerlukan asam amino esensial seperti pada manusia.
Asam lemak serta protein inilah yang menjadi bahan baku pembentukkan
susu pada sapi. Nah, inilah alasan mengapa hanya dengan memakan rumput,
sapi dapat menghasilkan susu yang bermanfaat bagi manusia.
Hewan seperti kuda, kelinci, dan
marmut tidak mempunyai struktur lambung seperti pada sapi untuk
fermentasi seluIosa. Proses fermentasi atau pembusukan yang dilaksanakan
oleh bakteri terjadi pada sekum yang banyak mengandung bakteri. Proses
fermentasi pada sekum tidak seefektif fermentasi yang terjadi di
lambung. Akibatnya kotoran kuda, kelinci, dan marmut lebih kasar karena
proses pencernaan selulosa hanya terjadi satu kali, yakni pada sekum.
Sedangkan pada sapi proses pencernaan terjadi dua kali, yakni pada
lambung dan sekum yang kedua-duanya dilakukan oleh bakteri dan protozoa
tertentu.
Pada kelinci dan marmut, kotoran yang telah keluar
tubuh seringkali dimakan kembali. Kotoran yang belum tercerna tadi masih
mengandung banyak zat makanan, yang akan dicernakan lagi oleh kelinci.
Sekum pada pemakan tumbuh-tumbuhan
lebih besar dibandingkan dengan sekum karnivora. Hal itu disebabkan
karena makanan herbivora bervolume besar dan proses pencernaannya berat,
sedangkan pada karnivora volume makanan kecil dan pencernaan
berlangsung dengan cepat.
Usus pada sapi sangat panjang, usus halusnya bisa
mencapai 40 meter. Hal itu dipengaruhi oleh makanannya yang sebagian
besar terdiri dari serat (selulosa).
Enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri ini
tidak hanya berfungsi untuk mencerna selulosa menjadi asam lemak, tetapi
juga dapat menghasilkan bio gas yang berupa CH4 yang dapat digunakan
sebagai sumber energi alternatif.
Tidak tertutup kemungkinan bakteri yang ada di sekum
akan keluar dari tubuh organisme bersama feses, sehingga di dalam feses
(tinja) hewan yang mengandung bahan organik akan diuraikan dan dapat
melepaskan gas CH4 (gas bio).
Sumber : www.free.vlsm.org (dengan
perubahan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar